Rabu, 15 Oktober 2014



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu persoalan mendasar kehidupan bernegara dalam proses penyelenggaran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya untuk mewujudkan raison de’etre pemerintahan yaitu mensejahterakan masyarakat secara berkeadilan. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah harus melaksanakan pembangunan. Selain untuk memelihara keabsahannya (legitimasi), pemerintah juga akan dapat membawa kemajuan bagi masyarakatnya sesuai dengan perkembangan jaman. Terdapat dua hal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, pertama : perlu aspiratif terhadap aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh masyarakatnya, dan perlu sensitive terhadap kebutuhan rakyatnya. Pemerintah perlu mengetahui apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya serta mau mendengarkan apa kemauannya. Kedua : pemerintah perlu melibatkan segenap kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain pemerintah perlu menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek pembangunan.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat Community development sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinegri. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan baru. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis.
Selain dengan amanat yang diemban dalam UU No. 22 / 1999, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
Partisipasi masyrakat merupakan aspek yang penting dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi merupakan salah satu dari tiga unsure pembangunan berorientasi masyarakt salain unsure keadilan dan unsure pemberdayaan. Tingkat kepentingan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu : 1) partisipasi merupakan suatu hak, yang harus diperhatikan dan dihormati, 2) partisipasi marupakan suatu aksi kelompok, 3)partisipasi merupakan suatu bagian penting dari proses administrasi pembangunan desa, 4) partisipasi merupakan suatu indicator pembangunan masyarakat.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian partisipasi masyarakat.
2.      Untuk mengetahui konsep partisipasi masyarakat sebagai dasar pemberdayaan masyarakat.
3.      Untuk mengetahui Jenis- Jenis Partisipasi
4.      Untuk mengetahui tipe partisipasi.
5.      Untuk mengetahui penyebab melemahnya partispasi masyarakat
6.      Untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan partisipasi masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Partisispasi
Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat dimana-mana, seolah-olah menjadi “lebel baru” yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek. Dalam perkembangannya seringkali diucapkan dan ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.
Asngari (2001: 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003: 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2) partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen Participation/Citizenship.

2.2 Partisipasi Sebagai Dasar Pemberdayaan Masyarakat
Elemen dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah: partispasi dan mobilisasi sosial (social mobilisation). Disebabkan lemahnya pendidikan, ekonomi dan segala kekurangan yang dimiliki, penduduk miskin secara umum tidak dapat diharapkan dapat mengorganisir diri mereka  tanpa bantuan dari luar. Hal yang sangat esensial dari partisipasi dan mobilisasi sosial ini adalah membangun kesadaran akan pentingnya mereka menjadi agen perubahan sosial.
Partisipasi telah banyak ditafsirkan orang. Berbagai penafsiran itu antara lain sebagai beriut:
1.      Dalam kaitannya dengan pembangunan pedesaan,partisipasi berarti melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan program, pembagian manfaat dan keterlibatan mereka dalam upaya evaluasi program. (Cohen dan Uphoff, 1977) 
2.      Partisipasi adalah dikaitkan dengan upaya terorganisir untuk meningkatkan kontrol terhadap sumberdaya dan lembaga-lembaga pembuat kebijakan.' (Pearse dan Stifel, 1979). 
3.      Partisipasi masyarakat adalah proses aktif yang dilakukan untuk mempengaruhi corak dan pelakanaan proyek-proyek pembangunan oleh masyarakat atas dasar pandangan yang menguntungkan bagi perbaikan kehidupan mereka, peningkatan pendapatan, perkembangan individu, dan keswadayaan atau nilai-nilai lain yang mereka hargai.' (Paul, 1987).  
4.      Partisipasi dapat diartikan sebagai proses pemberdayaan kelompok masyarakat yang tertinggal dan terpinggirkan. Pandangan ini didasarkan pada pengakuan atas perbedaan-perbedaan dalam kekuatan ekonomi dan politik diantara kelompok-kelompok dan klas sosial yang berbeda. Partisipasi dalam hal ini merupakan kreasi dari organisasi-organisasi kelompok miskin yang demokratis, independen dan mandiri.' (Ghai, 1990).
5.      Pembangunan yang partisipatif mencirikan kerjasama (partnership) yang didasarkan atas dialog diantara para pelaku, dimana semua agenda disusun bersama, dan pandangan lokal serta pangalaman-pengalaman asli dihormati dan di perjuangkan. Ini lebih merupakan negosiasi dari sekedar dominasi dari kekuatan eksternal  yang menyusun agenda proyek. Sehingga rakyat menjadi pelaku dan tidak sekedar penerima manfaat.' (OECD, 1994). 
Partisipasi adalah sebuah proses dimana stakeholders mempengaruhi dan mengontrol inisiatif pembangunan, pengambilan keputusan dan sumberdaya yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka.' (World Bank, 1994).
2.3  Jenis-jenis partisipasi masyarakat
      Berdasarkan system dan mekanisme partisipasi, Cohen dan Uphoff (1997), membedakan partisipasi atas 4 jenis antara lain :
a.       Participation in decision making.
b.      Participation in implementation.
c.       Participation in benefits.
d.      Participation in evaluation.
      Participation in decision making adalah partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan kebijakan organisasi. Partisipasi damalm bentuk ini berupa pemberian kesempatan kepada masyarakat dalam mengemukakan pendapatnya untuk menilai suatu rencana atau program yang akan ditetapkan. Masyarakat juga diberikan kesempatan untuk menilai suatu keputusan atau kebijaksanaan yang sedang berjalan. Partisipasi dalam pembuatan keputusan adalah proses dimana prioritas-prioritas pembangunan dipilih dan dituangkan dalam bentuk program yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan mengikutsertakan masyarakat, secara tidak langsung mengalami latihan untuk menentukan masa depannya sendiri secara demokratis.
      Participation in implementation adalah partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan operasional pembangunan berdasarkan program yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan program pembangunan, bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dari jumlah (banyaknya) yang aktif dalam berpartisipasi, bentuk-bentuk yang dipartisipasikan misalnya tenaga, bahan, uang, semuanya atau sebagian-sebagian, partisipasi langsung atau tidak langsung, semangat berpartisipasi, sekali-kali atau berulang-ulang.
      Participation in benefit adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati atau memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerataan kesejahteraan dan fasilitas, pemerataan usaha dan pendpatan, ikut menikmati atau menggunakan hasil-hasil pembangunan (jalan, jembatan, gedung, air minum dan berbagai sarana serta prasarana sosial) adalah bentuk dari partisipasi dalam menikmati dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Penikmatan program pembangunan juga ditujukan kepada pegawai pengelola dalam peningkatan kesejahteraannya termasuk peningkatan daya potensi dan kreatifitasnya. Partisipasi pemanfaatan ini selain dapat dilihat dari penikmatan hasil-hasil pembangunan, juga terlihat pada dampak hasil pembangunan terhadap tingkat kehidupan masyarakat, peningkatan pembangunan berikutnya dan partisipasi dalam pemeliharaan dan perawatan hasil-hasil pembangunan.
      Participation in evaluation adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan serta hasil-hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara langsung, misalnya dengan ikut serta dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak langsung, misalnya memberikan saran-saran, kritikan atau protes.
2.4 Tipe Partisipasi
Menurut Dusseldrop,1981. Partisipasi dikelompokan menurut beberapa aspek :
1.      Tingkat keterlibatan
Berdasarkan tingkat keterlibatan, partisispasi dibedakan lagi menjadi pertisipasi bebas, dipaksa dan biasa.
a.       Partisipasi Bebas, digunakan untuk bagi seorang individu yang melibatkan dirinya sendiri secara sukarela dalam aktivitas partisipasi spesifik.
b.      Partisipasi Dipaksakan, yaitu malalui hokum dan pemaksaan sebagai akibat kondisi social ekonomi.
c.       Partisipasi biasa, digambarkan untuk keikutsertaan seseorang yang paling tidak dalam sebagian waktunya, untuk memilih pola partisipasinya, sehubungan dengan fakta seseorang dilahirkan sebagai laki-laki atau peempuan, dalam suatu kaluarga dari kelas tertentu, kasta, suku bangsa atau ras dan dalam suatu area.
2.      Cara Ketrlibatan
Berdasarkan cara keterlibatan, partisispasi dibedakan lagi menjadi partisipasi langsung dan tak langsung.
a.       Partisipasi langsung, digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan seseorang secara langsung dalam proses partisipasi seperti mengikuti pertemuan, diskusi, menyediakan tenaga kerjanya untuk proyek, memperikan suara bagi calon yang akan mewakilinya diluar kelompok.
b.      Partisipasi tak langsung, digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan seseorang yang mewakilkan hak pertisipasinya (sebagai contoh dalam pengambilan keputusan) ke orang lain yang kemudian dapat mewakilanya dalam aktivitas partisipatif pada tingkat yang lebih tinggi.
3.      Keterlibatan dalam berbagai tahap proses pembangunan yang direncanakan.
Berdasarkan hal tersebut, partisispasi dibedakan lagi menjadi partisipasi pada seluruh tahap dan pada sebagian tahap.
4.      Tingkat organisasi
Berdasarkan tingkat organisasi, partisispasi dibedakan lagi menjadi partisipasi terorganisir dan tak terorganisir.
a.       Partisipasi terorganisir, digunakan jika struktur organisasi dan satu set prosedur dikembangkan dalam proses persiapan, organisasi dapat diformalkan lebih tinggi dengan menggunakan peraturan dan hokum.
b.      Partisipasi tak terorganisir, digunakan jika keikutsertaan seseorang karena kondisi darurat atau kejadian khusus. Hal ini dapat menjadi awal dari partisipasi tak terorganisir.
5.      Intensitas aktivitas partisipasi
Berdasarkan intensitas aktivitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi intensif dan ekstensif. Patisipasi dikatakan intensif jika frekwensi aktivitas partisipasinya tinggi seperti pertemuan setiap minggu, atau sebagainya. Partisipasi dikatakan ekstensif jiak aktivitas pertisipasinya dilakukan secara tidak teratur dan dengan interval yang luas.
6.      Kisaran aktivitas yang dapat dijangkau
Berdasarkan kisaran aktivitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi tidak terbatas dan terbatas. Partisipasi dikatakan tak terbatas juka seluruh usaha yang dapat dikontrol manusia, mempengaruhi komonitas tertentu, dapat dikontrol oleh aktivitas pertisipasi dari anggota komonitas tersebut. Partisipasi terbatas digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika melalui aktivitas pertisipasi, hanya sebagian aspek kehidupan (social, politik, lingkungan fisik dan administrative) yang dapat dipengaruhi.
7.      Tingkat efektifitas
Berdasarkan tingkat efektifitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi efektif dan inefektif. Partisipasi efektif digunakan jika aktivitas partisipasi menghasilkan trealisasinya seluruh tujuan, sedangkan partisipasi inefektif terjadi jika tidak ada, atau hanya sedikit dari tujuan yang terealisasi.
8.      Siapa yang berpartisipasi
Berdasarkan pelaku yang berpartisipasi dapat dibedakan menjadi anggota komonitas local, anggota pemerintahan, dan pihak luar.
9.      Tujuan dan gaya partisipasi
Berdasarkan tujuan dan gayanya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi dlam pembanguna daerah, partisipasi dalam perencanaan social, dan partisipasi kegiatan social.
2.5 Faktor- Faktor Tidak Tumbuhnya Partisipasi Masyarakat
Beberapa alasan yang menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi menurut Caayupun R.B, in Guzman P.L., 1989.
1.      Kesalahan dasar dan kekurangan dalam konsep dan kebijakan pembangunan, termasuk dalam implementasinya.
2.      Kesalahan asumsi mengenai partisipasi masyarakat, masyarakat desa tidak dapat berpartisipasi dalam program pembangunan secara efektif karena mereka kekurangan kemampuan manajerial dasar untuk mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dasar, mobilisasi sumber daya mereka, merencankan aktivitas mereka, dan sebagiannya.
3.      Kekurangan atau ketiadaan strategi dan pendekatan yang efektif untuk menumbuhkan/mendatangkan partisipasi yang harusnya merupakan komponen yang terintegrasi dalam program pembangunan.
4.      Agen pembangunan kurang dilatih, jika tidak semua, dalam seni, menumbuhkan partisipasi (konsep, metode, teknik) pembangunan desa.
5.      Banyaknya agen pemerintah yang menyampaikan paket pembangunan kepada sasaran yang sama, yang sering kali menemukan tujuan berseberangan satu sama lain.
2.6 Meningkatan Partisipasi Masyarakat
Usaha meningkatkan partisipasi masyarakat berkaitan dengan beberapa kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum partisipasi bebas, apakah spontan ataupun dibangkitkan, terjadi :
1.      Masyarakat menyadari bahwa situasi sekarang tidak memuaskan, tidak sesuia dengan tujuan mereka, yang mungkin untuk dirubah dan diperbaiki dan bahwa mereka dapat dan akan menyumbanag terhadap perubahan stuasi.
2.      Masyarakat harus diyakinkan bahwa keuntungan berkaitan dengan proses pembangunan direncanakan dan partisipasi mereka lebih besar dari biayanya. Masyarakat diyakinkan bahwa mereka akan mendapat beberapa kauntungan ekologi, social, atau material.
3.      Masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat dalam beberpa tahap dari proses pembangunan yang direncanakan. Masyarakat akan berpartisipasi bila dari konteks social dan politik membuatnya mungkin untuk berpartisipasi.







BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah yang kami buat adalah sebagai berikut :
1.      Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2) partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen Participation/Citizenship
2.      Elemen dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah: partispasi dan mobilisasi sosial (social mobilisation).
3.      Menurut Dusseldrop,1981. Partisipasi dikelompokan menurut beberapa aspek diantaranya menurut tingkat keterlibatan, cara ketrlibatan intensitas partisipasi, dan seterusnya.
















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mahmudi. 2002. Pemberdayaan Masyarakat.  Fakultas Ilmu Sosial pemberdayaan masyarakat universitas sebelas maret. Surakatra.
Cohen dan Uphhoff. 1997. Jenis-jenis Partisipasi Masyarakat. Bandung : Penerbit Pustaka.
Dusseeldrop, D.B.W.M., 1981. Participation in planed Development Influenced by Government of Developing Contries at Lokal Level in Rural Areas. Essay in Rural Sociology in Hunour of R.A.J. Van Lier Department of Rural Sociology in the Tropics and Subtropics Agricultural University, Wageningen, The Netherland.
Euis Sunarti. 2014. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Masyarakat. http://Dr.-euis sunarti partisipasi masyarakat dalam pembangunan masyarakat. Diakses tanggal 3 Oktober 2014.
Guzman, P.L., 1989. People Participation a Stimulus for Effecting and Sustaining Improvements in Famers Communities. Presented in the 22 Regional Training DSPFC, SEARCA, College, Laguna.